Andi Luqmanul Qosim, Lc., M.Pd.I
Tak terasa, bulan puasa
akan kembali tiba. Rasa ketupat lebaran tahun kemarin seakan belum hilang dari
lidah. Dan ternyata bulan Ramadhan sudah di depan mata.
Umat Islam di seluruh
dunia memang berharap dapat berjumpa dengan bulan Ramadhan. Sebab bulan ini
adalah sebaik-baik bulan yang penuh dengan kemuliaan dan keberkahan serta bulan
terbaik dalam dalam pendidikan ruhani bagi kaum muslimin.
Namun sebelum memasuki
bulan Ramadhan, ada bulan Sya’ban. Dalam kalender Jawa disebut sebagai bulan Ruwah.
Umat Islam perlu mengetahui, bahwa bulan Sya’ban memiliki banyak keutamaan,
baik dari penamaannya maupun amalan-amalan yang dapat dilaksanakan di dalamnya
sehingga umat Islam dapat mengambil nilai-nilai pendidikan darinya.
Sya’ban merupakan kata
yang berasal dari bahasa Arab (شعبان) yang terdiri dari lima
huruf; syin, ‘ain, ba’, alif dan nun. Huruf syin adalah singkatan dari kata syaraf
yang berarti kemuliaan, huruf ‘ain mewakili kata ‘uluwwi yang bermakna
tingkat tinggi, huruf ba’ berasal dari kata birr yang berarti kebaikan,
huruf alif merupakan singkatan dari kata ulfah yang mengandung makna
kasih sayang dan terakhir adalah huruf nun dari kata nur yang berarti
cahaya.
Melalui singkatan dan
kandungan dari setiap huruf yang ada dalam kata Sya’ban, Allah
menjadikan bulan ini sebagai salah satu bulan mulia yang penuh dengan
kebaikan serta kasih sayang kepada hamba-hambaNya. Tentunya, kebaikan dan
kemuliaan ini dapat diperoleh dengan melaksanakan amalan-amalan yang dianjurkan
dalam ajaran Islam.
Amalan yang pertama adalah berpuasa.
Rasulullah memberikan teladan kepada kita melalui hadits yang diriwayatkan
Aisyah: “Tidaklah aku melihat Rasulullah berpuasa sebulan penuh kecuali
Ramadhan, dan aku tidak melihat beliau berpuasa sebanyak pada bulan Sya’ban.”
(HR. Bukhari dan Muslim). Dalam hadits yang lain, Aisyah menyampaikan: “Bulan
yang paling disenangi Rasulullah untuk berpuasa sunnah di dalamnya adalah bulan
Sya’ban. Kemudian beliau menyambungnya dengan puasa Ramadhan.” (HR. Ahmad,
Abu Daud dan Nasa’i).
Selain puasa sunnah,
Sya’ban juga menjadi bulan alternatif paling diminati untuk mengganti (qadha’)
puasa bulan Ramadhan tahun lalu yang bolong. Banyak kaum muslimin memilih
hari-hari di bulan Sya’ban untuk mengganti puasanya yang dibarengkan dengan
puasa sunnah. Boleh ataukah tidak? Boleh asalkan mendahulukan niat dalam
mengganti puasa. Toh, urusan pahala menjadi hak priogratif Allah semata.
Walaupun qadha’
puasa seperti ini ada yang menghukumi makruh atas dasar hadis Nabi: “Tidak
ada puasa setelah pertengahan Sya’ban sampai datangnya Ramadhan.” Namun ada
juga yang membolehkan. Sebab hadis ini lebih dikhususkan untuk puasa Sunnah.
Sedangkan qadha’ puasa hukumnya adalah wajib..
Amalan yang kedua, memperbanyak shalawat
kepada Rasulullah. Dimana Allah menurunkan surat al-Ahzab (33) ayat 56 pada
bulan Sya’ban; “Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya senantiasa
bershalawat untuk Nabi. Wahai orang-orang yang beriman! Bershalawatlah kamu
untuk Nabi serta ucapkanlah salam dengan penuh penghormatan kepadanya.”
Dalam menafsirkan ayat ini, melalui kitab Al-Gunyah, Syaikh Abdul
Qadir al-Jailani menyampaikan: “Shalawat yang diberikan kepada Nabi adalah
sebuah penghormatan, shalawat atas Nabi dari para malaikat merupakan
pengejawantahan dari karamah, sedangkan shalawat atas Nabi dari kita selaku
umat adalah permohonan syafaat dan pertolongan.”
Untuk memperoleh syafaat Nabi, berbagai macam shalawat bisa dilantunkan
oleh umat Islam. Ada shawalat Nariyah, Munjiyat, Al-Fatih, Khawash dan lainnya.
Shalawat yang terpendek adalah cukup membaca Allahumma shalli ‘ala sayyidina
muhammad, wa ‘ala ali sayyidina muhammad. Mudah namun perlu istiqamah.
Amalan yang ketiga, berziarah. Islam tidak
pernah memberikan batasan umat Islam dalam pelaksanaan ziarah kubur. Akan
tetapi ziarah kubur merupakan perintah Nabi yang bersifat sunnah dan sudah mentradisi
di masyarakat Indonesia, khususnya di bulan Sya’ban atau Ruwah (nyekar
arwah). Maka, sebuah kelaziman bagi umat Islam di bulan ini untuk melaksanakan ‘ruwahan’
dengan mendatangi makam, mendoakan keluarga yang telah meninggal serta
mengadakan pengajian bersama.
Sejatinya, mendidik jiwa atau ruhani kita pada bulan Sya’ban tidaklah
mudah. Seringkali nasehat-nasehat tentang keutamaan dalam bulan Sya’ban kurang
tersampaikan kepada umat Islam. Begitupula dengan amalan-amalan yang
disunnahkan, tidak semua umat Islam tahu. Hal ini menjadi tantangan tersendiri
bagi individu umat Islam. Misalkan, berpuasa di tengah mereka yang tidak
berpuasa, istiqamah bershalawat kepada Nabi, atau berziarah namun tidak ada
yang menemani.
Mumpung kita di bulan Sya’ban, mari kita tingkatkan amalan-amalan ini untuk
mendidik ruhani kita walaupun dikerjakan bareng-bareng. Sangat dianjurkan
mengajak anggota keluarga untuk berpuasa bareng, shalawatan bareng serta ziarah
ke makam keluarga secara bersama-sama. Sebab kebersamaan dalam amalan-amalan
adalah hal yang baik dan mampu memberikan semangat serta motivasi tersendiri. Wallahu
A’lam...